Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari provinsi Aceh. Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti
saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah.
Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya
selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan.
Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda, tetapi
sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional
Indonesia.
Tarian ini pada mulanya berkembang di Desa
Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang diasuh oleh seorang
bernama Syeh Tam.
Selanjutnya, tarian ini berkembang juga di Desa Didoh, Kecamatan Mutiara,
Kabupaten Pidie, dibawah asuhan Syeh
Ali Didoh. Dalam perjalanannya, tarian ini cukup berkembang di Aceh
Utara, Pidie, dan Aceh Timur, dan hari ini bahkan bisa ditemui di seluruh
daerah Aceh.
Kata “seudati” berasal dari
Bahasa Arab “syahadati” atau “syahadatain”,
yang artinya pengakuan atas keesaan Allah dan pengakuan bahwa Muhammad adalah
nabi utusan-Nya. Teori lain beranggapan bahwa “seudati”
berasal dari kata “seurasi”, yang mengandung makna kompak dan
harmonis. Oleh penganjur Islam zaman itu, Tari Seudati digunakan sebagai media
dakhwah; untuk menyebarluaskan agama Islam. Berbagai cerita tentang
persoalan-persoalan hidup dibawakan dalam tarian ini, dengan maksud agar
masyarakat mendapat petunjuk pemecahan problem-problem hidup sehari-hari
mereka. Selain sebagai media dakwah, Tari Seudati sekarang sudah menjadi
pertunjukan hiburan rakyat.
Asal Usul Tari Seudati
Tari Seudati pada mulanya tumbuh di desa
Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang dipimpin oleh Syeh Tam.
Kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie yang
dipimpin oleh Syeh Ali Didoh. Tari Seudati berasal dari kabupaten Pidie.
Seudati termasuk salah satu tari tradisional Aceh yang dilestarikan dan kini
menjadi kesenian pembinaan hingga ke tingkat Sekolah Dasar.
Seudati ditarikan oleh delapan orang laki-laki
sebagai penari utama, terdiri dari satu orang pemimpin yang disebut syeikh
, satu orang pembantu syeikh, dua orang pembantu di sebelah kiri yang
disebutapeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut apeet
bak , dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang
penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi.
Jenis tarian ini tidak menggunakan alat musik,
tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke dada dan
pinggul, hentakan kaki ke tanah dan petikan jari. Gerakan tersebut mengikuti
irama dan tempo lagu yang dinyanyikan. Bebarapa gerakan tersebut cukup dinamis
dan lincah dengan penuh semangat. Namun, ada beberapa gerakan yang tampak kaku,
tetapi sebenarnya memperlihatkan keperkasaan dan kegagahan si penarinya. Selain
itu, tepukan tangan ke dada dan perut mengesankan kesombongan sekaligus
kesatria.
Busana tarian seudati terdiri dari celana
panjang dan kaos oblong lengan panjang yang ketat, keduanya berwarna putih;
kain songket yang dililitkan sebatas paha dan pinggang; rencong yang disisipkan
di pinggang; tangkulok (ikat kepala) yang berwarna merah yang
diikatkan di kepala; dan sapu tangan yang berwarna. Busana seragam ini hanya
untuk pemain utamanya, sementara aneuk syahi tidak harus berbusana
seragam. Bagian-bagian terpenting dalam tarian seudati terdiri dari likok
(gaya; tarian), saman (melodi), irama kelincahan, serta kisah yang
menceritakan tentang kisah kepahlawanan, sejarah dan tema-tema agama.
Pada
umumnya, tarian ini diperagakan di atas pentas dan dibagi menjadi beberapa
babak, antara lain: Babak pertama, diawali dengansaleum (salam) perkenalan
yang ucapkan oleh aneuk syahi saja, yaitu:
Assalamualaikum
Lon tamong lam seung,
Lon
jak bri saleum keu bang syekh teuku….
Fungsi
aneuk syahi untuk mengiringi seluruh rangkaian tari. Salam pertama ini
dibalas oleh Syeikh dengan langgam (nada) yang berbeda:
Kru
seumangat lon tamong lam seung,
lon
jak bri saleum ke jamee teuku….
Syair di atas diulangi oleh kedua apeetwie dan
apeet bak. Pada babak perkenalan ini, delapan penari hanya melenggokkan
tubuhnya dalam gerakan gemulai, tepuk dada serta jentikan delapan jari yang
mengikuti gerak irama lagu. Gerakan rancak baru terlihat ketika memasuki babak
selanjutnya. Bila pementasan bersifat perntandingan, maka setelah kelompok
pertama ini menyelesaikan babak pertama, akan dilanjutkan oleh kelompok kedua
dengan teknik yang berbeda pula.
Biasanya,
kelompok pertama akan turun dari pentas. Babak kedua, dimulai dengan bak
saman , yaitu seluruh penari utama berdiri dengan membuat lingkaran di
tengah-tengah pentas guna mencocokkan suara dan menentukan likok apa saja
yang akan dimainkan. Syeikh berada di tengah-tengah lingkaran tersebut. Bentuk
lingkaran ini menyimbolkan bahwa masyarakat Aceh selalu muepakat (bermusyawarah)
dalam mengambil segala keputusan. Muepakat itu, jika dikaitkan dengan
konteks tarian ini, adalah bermusyawarah untuk menentukan
samanatau likok yang akan dimainkan.
Di
dalam likok dipertunjukkan keseragaman gerak, kelincahan bermain dan
ketangkasan yang sesuai dengan lantunan lagu yang dinyanyikananeuk syahi .
Lantunan likok tersebut diawali dengan:
Iiiiii
la lah alah ya ilalah…. (secara lambat dan cepat)
Seluruh
penari utama akan mengikuti irama lagu yang dinyanyikan secara cepat atau
lambat tergantung dengan lantunan yang dinyanyikan oleh aneuk
syahi tersebut. Fase lain adalah fase saman . Dalam fase ini beragam syair
dan pantun saling disampaikan dan terdengar bersahutan antara aneuk
syahi dan syeikh yang diikuti oleh semua penari. Ketika syeikh melontarkan
ucapan:
walahuet
seuneut apet ee kataheee, hai syam,
maka anek
syahi akan menimpali dengan jawaban:
lom
ka dicong bak iboih, anuek puyeh ngon cicem subang.
Untuk menghilangkan
rasa jenuh para penonton, setiap babak ditutup dengan formasi lanie, yaitu
memperbaiki formasi yang sebelumnya sudah tidak beraturan.
Formasi Dalam Tari Seudati
Seudati dibawakan oleh delapan orang laki-laki
sebagai penari utama, yang terdiri dari seorang pemimpin yang disebut syeikh,
satu orang pembantu syeikh, dua orang pembantu di sebelah kiri yang disebut apeetwie,
satu orang pembantu di bagian belakang, yang disebut apeet bak, dan
tiga orang pembantu biasa. Selain mereka, ada pula dua orang penyanyi sebagai
pengiring tari yang disebut aneuk syahi.
Karakteristik Tari Seudati
Tari
Seudati tidak
diiringi alat musik, melainkan hanya dengan beberapa bunyi yang berasal dari
tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke lantai, dan petikan jari.
Gerak demi gerak dibawakan mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan.
Beberapa gerakan dalam tarian ini sangat dinamis dan penuh semangat. Namun ada
juga beberapa bagian yang nampak kaku, tetapi sejatinya memperlihatkan
keperkasaan dan kegagahan para penarinya. Kemudian, tepukan tangan ke dada dan
perut mengesankan kesombongan sekaligus sikap kesatria.
Tarian ini tergolong
dalam kategori Tribal War Dance atau tarian perang, yang mana
muatan dalam syairnya bisa membangkitkan semangat. Hal inilah yang membuat
tarian ini sempat dilarang di zaman Pemerintahan Belanda, karena dianggap bisa
‘memprovokasi’ para pemuda untuk memberontak. Tarian ini baru diperbolehkan
lagi dipertunjukan setelah Indonesia merdeka.
Busana yang digunakan dalam Tari Seudati terdiri
dari celana panjang dan kaos oblong lengan panjang yang ketat warna putih; kain
songket yang dililitkan sebatas paha dan pinggang, rencong yang disematkan di
pinggang, ikat kepala berwarna merah, dan sapu tangan berwarna.
(h)
ReplyDelete